<$Setiap Orang Berhak Menentukan Nasibnya Sendiri$>
26 Juta Anak Terlanggar Haknya
Jumlah kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2008, naik 50% menjadi 6.184 kasus. Sedangkan jumlah anak yang dilanggar haknya mencapai 26.901.624 orang. Menurut Seto Mulyadi Ketua Komnas Perlindungan Anak, kekerasan terhadap anak banyak terjadi secara psikologis, baik yang terjadi di keluarga maupun di sekolah. "Secara kasat mata, kekerasan yang kerap terjadi, tapi tidak pernah diekspose adalah yang terjadi pada keluarga. Ada paradigma pendidikan yang salah terhadap anak," kata Seto Mulyadi dalam laporan akhir tahun Komnas PA di Jakarta, Senin (22/12).
Seto Mulyadi mengatakan, pendidikan yang tidak ramah kepada anak, menyebabkan anak didik tegang dan stres. Pola pendidikan yang tidak ramah, juga menjadi penyebab banyaknya anak putus sekolah. Menurut Seto, sepanjang tahun 2008, jumlah anak yang putus sekolah akibat kurikulum yang tidak ramah, mencapai 24.152.714 anak. Sedangkan jumlah anak yang tidak mendapatkan haknya atas kesehatan, mencapai lebih dari 2 juta anak. Hak pelayanan kesehatan yang tidak dipenuhi oleh pemerintah itu meliputi, penanganan HIV/AIDS, flu burung, diare, polio, gizi buruk, demam berdarah, dan campak.
Pelanggaran hak anak yang tidak kalah mengerikan adalah praktik perdagangan anak, eksploitasi seksual komersial terhadap anak, dan pekerja anak. Menurut data Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, 150 ribu anak menjadi korban pelacuran.
"Kota Batam, Bali, Jakarta, Surabaya, Medan Yogyakarta, Semarang dan Solo menjadi pusat eksploitasi seksual komersial anak. Kejahatan ini sangat terorganisasi. Jaringan pelacuran anak di kalangan siswi sekolah, memiliki database dan daftar nomor telepone pelacur anak," ujar Muhammad Joni Wakil Ketua Komnas PA.
Menurut Roostien Ilyas Komisioner studi dan analisa hak anak Komnas PA, kasus pelacuran anak tidak sertamerta disebabkan kemiskinan, tapi juga gaya hidup. "Hal seperti ini tidak muncul begitu saja. Televisi megajarkan anak budaya serba instan. Anak rela melacurkan dirinya, hanya untuk beli handphone atau pulsa," kata Roostien. Komnas Perlindungan Anak merekomendasikan, pemerintah segera membentuk kementerian khusus anak. "Anak jalanan diurus Departemen Sosial, anak putus sekolah diurus Depdiknas, pekerja anak diurusan Depnaker. Kurangnya koordinasi secara terpadu ini, membuat kami mengusulkan dibentuk kementrian khusus anak," kata Seto Mulyadi Ketua Komisi Perlindungan Anak.
Komisi Perlindungan Anak mengimbau, kampanye Pemilu 2009 tidak melibatkan anak, dan Presiden didesak mengeluarkan keputusan mengenai akte kelahiran gratis, dan memberikan layanan rehabilitasi mental dan fisik secara cuma-cuma, bagi anak korban kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan psikotropika.
(Kurniawan Tri Yunanto, 22 Desember 2008, VHRmedia, Jakarta)