Blog ini merupakan media informasi dan komunikasi bagi sahabat, teman serta saudara-saudara saya yang berada nun-jauh disana. Salam buat semua...!



Product ...

Services ...

Other things ...



paricara

majalah-soerat

perempuan maju

lukman choy

lukman_alislam

alislam po

daruttaibin

nahdhatul ulama

gp-ansor

gusdur

gusmus

pb-pmii

ikapmii_ta

pmii_ta

dimensi

peradaban-Islm

wacana-kita

spiritia

aids

aids-indo

vhr

migrant-care

bnp2tki

ilo

unicef

pkpa

bloggerpeduli

yahoo-news

y3pp33

surya

republika

ratu

gadis

okezone

lintasberita

kompas

kompascetak

kapanlagi

kabar indo

j-post

surabaya

detik.com

berita-jatim

antara

Sapa Hari-Harimu Dengan Senyuman



IP

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Tulungagung, Jawatimur, Indonesia

Aku akan jadikan setiap langkahku sebagai sesuatu yang berharga


Profil Facebook Lukman Hakim Romli







Susahnya minta ampun




Downloads
Technology News
Templates
Web Hosting
Articles
Games
Blogger
Google
Yahoo
Friendster
Freetemplates
Btemplates
Blogger-templete
Gudanglagu
Lagu Download



Blogger

FinalSense

Amazon

Yahoo

Ebay

Catatan Shared via Add-This
Bookmark and Share
Bookmark and Share

HTML hit counter - Quick-counter.net Counter Powered by  RedCounter powered by PRBbutton blogarama - the blog directory Web Site Hit Counters
Website Hit Counter free counters Locations of visitors to this page


widgets

<$Setiap Orang Berhak Menentukan Nasibnya Sendiri$>
26 Juta Anak Terlanggar Haknya

Jumlah kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2008, naik 50% menjadi 6.184 kasus. Sedangkan jumlah anak yang dilanggar haknya mencapai 26.901.624 orang. Menurut Seto Mulyadi Ketua Komnas Perlindungan Anak, kekerasan terhadap anak banyak terjadi secara psikologis, baik yang terjadi di keluarga maupun di sekolah. "Secara kasat mata, kekerasan yang kerap terjadi, tapi tidak pernah diekspose adalah yang terjadi pada keluarga. Ada paradigma pendidikan yang salah terhadap anak," kata Seto Mulyadi dalam laporan akhir tahun Komnas PA di Jakarta, Senin (22/12).

Seto Mulyadi mengatakan, pendidikan yang tidak ramah kepada anak, menyebabkan anak didik tegang dan stres. Pola pendidikan yang tidak ramah, juga menjadi penyebab banyaknya anak putus sekolah. Menurut Seto, sepanjang tahun 2008, jumlah anak yang putus sekolah akibat kurikulum yang tidak ramah, mencapai 24.152.714 anak. Sedangkan jumlah anak yang tidak mendapatkan haknya atas kesehatan, mencapai lebih dari 2 juta anak. Hak pelayanan kesehatan yang tidak dipenuhi oleh pemerintah itu meliputi, penanganan HIV/AIDS, flu burung, diare, polio, gizi buruk, demam berdarah, dan campak.

Pelanggaran hak anak yang tidak kalah mengerikan adalah praktik perdagangan anak, eksploitasi seksual komersial terhadap anak, dan pekerja anak. Menurut data Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, 150 ribu anak menjadi korban pelacuran.

"Kota Batam, Bali, Jakarta, Surabaya, Medan Yogyakarta, Semarang dan Solo menjadi pusat eksploitasi seksual komersial anak. Kejahatan ini sangat terorganisasi. Jaringan pelacuran anak di kalangan siswi sekolah, memiliki database dan daftar nomor telepone pelacur anak," ujar Muhammad Joni Wakil Ketua Komnas PA.

Menurut Roostien Ilyas Komisioner studi dan analisa hak anak Komnas PA, kasus pelacuran anak tidak sertamerta disebabkan kemiskinan, tapi juga gaya hidup. "Hal seperti ini tidak muncul begitu saja. Televisi megajarkan anak budaya serba instan. Anak rela melacurkan dirinya, hanya untuk beli handphone atau pulsa," kata Roostien. Komnas Perlindungan Anak merekomendasikan, pemerintah segera membentuk kementerian khusus anak. "Anak jalanan diurus Departemen Sosial, anak putus sekolah diurus Depdiknas, pekerja anak diurusan Depnaker. Kurangnya koordinasi secara terpadu ini, membuat kami mengusulkan dibentuk kementrian khusus anak," kata Seto Mulyadi Ketua Komisi Perlindungan Anak.

Komisi Perlindungan Anak mengimbau, kampanye Pemilu 2009 tidak melibatkan anak, dan Presiden didesak mengeluarkan keputusan mengenai akte kelahiran gratis, dan memberikan layanan rehabilitasi mental dan fisik secara cuma-cuma, bagi anak korban kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan psikotropika.

(Kurniawan Tri Yunanto, 22 Desember 2008, VHRmedia, Jakarta)