<$Setiap Orang Berhak Menentukan Nasibnya Sendiri$>
Hak Politik TKI Kerap Terabaikan
Tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang kerap mendapat julukan 'pahlawan devisa' semakin terpinggirkan. Bahkan, sejumlah TKI mengaku telah kehilangan hak pilihnya karena kelalaian penyelenggara pemilu. Mantan TKI Elly Anita di Jakarta, kemarin, menceritakan telah kehilangan hak pilih pada Pemilu 1999 dan 2004.
Pada Pemilu 1999 saya di Malaysia sebagai baby sitter. Pada Pemilu 2004 saya di Bahrain bekerja dikafe. Saya tidak bisa ikut di 2 pemilu itu, kata dia pada dialog bertema “Mendorong pemenuhan hak politik buruh migran dalam Pemilu 2009” di Jakarta, kemarin.
Pada 1999, ia mengaku tidak mendapat informasi dari pihak kedutaan besar ataupun Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan hanya mengetahui dari TV. Tetapi, dirinya tidak berani meminta izin kepada majikannya untuk menggunakan hak pilihnya. Pada 2004, lagi-lagi ia tidak mendapat informasi apa pun dari kedutaan ataupun PPLN dan terkejut ketika mengetahui telah terjadi pergantian Presiden RI saat pulang ke Tanah Air. Sedangkan Intan Nisarah, seorang mantan pembantu rumah tangga di Arab Saudi, mengaku mengetahui bahwa ada Pemilu 2004 setelah kembali ke tanah air. Tidak ada informasi sama sekali dari kedutaan ataupun PPLN, apa lagi sampai didatangi petugas pendataan pemilu, katanya.
Direktur Migrant Care Anis Hidayah menambahkan, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2009 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin memperlihatkan pengabaian hak politik buruh migran Indonesia di luar negeri.DPT di luar negeri hanya 1.509.892 orang. Padahal warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri mencapai 6,5 juta orang dan sebagian besar buruh migran, kata dia. Dia juga mempertanyakan jumlah DPT di luar negeri untuk Pemilu 2009 yang berkurang dibandingkan Pemilu 2004 yang mencapai 1,9 juta pemilih. Kecilnya jumlah DPT luar negeri ini memperlihatkan KPU tidak serius memperhatikan hak-hak pemilih WNI di luar negeri. Padahal, KPU telah melakukan serangkaian perjalanan ke luar negeri yang menghabiskan dana miliaran rupiah, katanya.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengaku kemungkinan banyak pemilih yang belum terdaftar. Pasalnya, waktu penetapan DPT sudah mendesak. Pasti masih banyak yang belum terdaftar. Mungkin karena tidak datang saat pendataan, atau penduduk yang tidak menetap. Memang sudah ada permintaan dari luar negeri untuk pengunduran waktu penentuan DPT, ujarnya.Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wirdyaningsih mengatakan, kesalahan tidak bisa sepenuhnya ditimpakan kepada KPU. Ada faktor lain dari luar negeri yang juga menyulitkan kami. Seperti lokasi yang sangat tersebar, aturan negara setempat juga karakter negara, dukungan administratif dan anggaran, komunikasi diplomatik yang terkadang sulit, serta kinerja pemenuhan target pendaftar, ujarnya. (Migrant Care)