Saat ini sedikitnya 12.000 Buruh Migrant Indonesia tinggal di beberapa penampungan Kedutaan Besar RI di Timur Tengah. Mereka mengalami masalah gaji tidak dibayar, masa kontrak habis, pemalsuan umur, penganiayaan oleh majikan, sampai kehilangan daya kerja.
Kepala BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat di Amman, Jordania, Kamis, langsung mengadakan rapat koordinasi peningkatan kerja sama kelembagaan perlindungan Buruh Migrant di Timur Tengah. Rapat selama dua hari itu diikuti pejabat dari perwakilan tetap RI di Abu Dhabi, Damaskus, Doha, Dubai, Amman, Jeddah, Kuwait, Riyadh, dan Sana’a.
Jumhur menyatakan, perlindungan terhadap Buruh Migrant harus dilakukan sejak dini sebelum mereka ditempatkan di luar negeri. ”Buruh Migrant Indonesia harus dibekali dengan kemampuan self protection. Kalau ini beres, perlindungan dari pemerintah hanya bersifat tambahan,” tuturnya. Di Jakarta, Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah mengkritik kelambanan pemerintah memperbaiki MOU pelayanan dan perlindungan Buruh Migrant di Malaysia.
Anis meminta, pemerintah lebih serius memperjuangkan hak Buruh Migrant, antara lain memegang paspor sendiri. Kunci masalah Buruh Migrant di Malaysia adalah struktur biaya yang mencapai 8.000 ringgit (Rp 24 juta). ”Biaya penempatan sebanyak itu merupakan kesepakatan agen dan PPTKIS yang di-endorse pemerintah. Sekarang bagaimana keberanian pemerintah untuk mengurangi biaya yang membuat Buruh Migrant memiliki nilai ekonomi tinggi bagi bisnis,” ujar Anis.
Terapkan moratorium
Pemerintah juga diminta menerapkan moratorium dengan serius sampai Malaysia memenuhi permintaan RI. Anis khawatir, moratorium hanya terjadi di Depnakertrans karena keimigrasian, pengelola bandara, sampai pemda belum satu sikap menghentikan perekrutan Buruh Migrant. Sampai saat ini belum ada pertemuan lagi sejak pertemuan bilateral pertama di kompleks pemerintahan Malaysia di Putra Jaya, Selangor, Senin (6/7).
Pemerintah Malaysia hanya akan membahas empat isu berkait Buruh Migrant, yakni hak libur pembantu rumah tangga sehari dalam seminggu, perlindungan asuransi, kontrak kerja, dan gaji minimal. Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengisyaratkan akan segera memulai negosiasi. ”Namanya negosiasi, jadi kita bisa memulai mana yang bisa dibahas dulu,” ujar Erman.
Dalam empat bulan terakhir, Malaysia sudah mendeportasi 1.972 WNI lewat Tawau ke Nunukan, Kalimantan Timur. Mereka adakalanya telantar karena tidak mempunyai ongkos kembali ke kampung. Akhirnya, mereka kembali ke Malaysia lewat ”jalur tikus”.