Blog ini merupakan media informasi dan komunikasi bagi sahabat, teman serta saudara-saudara saya yang berada nun-jauh disana. Salam buat semua...!



Product ...

Services ...

Other things ...



paricara

majalah-soerat

perempuan maju

lukman choy

lukman_alislam

alislam po

daruttaibin

nahdhatul ulama

gp-ansor

gusdur

gusmus

pb-pmii

ikapmii_ta

pmii_ta

dimensi

peradaban-Islm

wacana-kita

spiritia

aids

aids-indo

vhr

migrant-care

bnp2tki

ilo

unicef

pkpa

bloggerpeduli

yahoo-news

y3pp33

surya

republika

ratu

gadis

okezone

lintasberita

kompas

kompascetak

kapanlagi

kabar indo

j-post

surabaya

detik.com

berita-jatim

antara

Sapa Hari-Harimu Dengan Senyuman



IP

<$Setiap Orang Berhak Menentukan Nasibnya Sendiri$>
Petani Sendang Kesulitan Air, PDAM Jadi Sorotan

Mayoritas warga Kecamatan Sendang sehari-harinya bekerja sebagai petani. Letak geografisnya sangat mendukung karena berada di bawah lereng Pegunungan Wilis yang subur dan potensial untuk lahan pertanian, agrowisata maupun agrobisnis. Namun, keadaan sekarang berbalik menjadi malapetaka bagi para petani, sebab mereka kini kesulitan mencari air untuk mengairi sawahnya.
Hal itu diakui Jasmanto, salah satu petani asal Desa Tugu Kecamatan Sendang. “Saat ini saya hanya pasrah karena amat sulit mendapatkan air bagi sawah saya,”kata Jasmanto yang mengaku memiliki lahan jagung.
Untuk memperoleh giliran air, sebenarnya para petani yang tergabung dalam HIPPA (Himpunan Petani Pengguna Air), dalam 15 hari biasanya dijatah 1 kali pengairan sawah. Tapi kini harus menunggu hingga 3 minggu (21 hari).
“Setiap kali mendapatkan giliran harus rela menunggu 1 hari 1 malam untuk bisa mengairi seluruh lahan pertanian sawah saya.Bahkan harus rela menyisir aliran air agar aman dari penyerobotan air oleh oknum tertentu,”jelas Jasmanto.
Kondisi tersebut berdampak pada berkurangnya masa tanam dan panen setiap tahunnya. Sebelumnya, dalam 1 tahun bisa panen sebanyak 3 kali, namun saat ini cuma 2 kali panen karena kekurangan air. ”Dulu walau saat musim kemarau tiba, sedikit-sedikit ada air, namun musim ini air benar-benar sulit didapatkan,”tambahnya.
Jasmanto mengakui, sebenarnya wilayah Sendang cukup kaya mata air yang mengalir dari puncak Pegunungan Wilis, hanya saja belakangan ini debit airnya terus berkurang. Akibatnya, pendapatan petani juga berkurang. Padahal, mereka sangat bergantung dengan aliran mata air tersebut.

PDAM Jadi Sorotan
Lebih lanjut dia menyebutkan, menyusutnya debit air Pegunungan Wilis salah satunya diperkirakan karena air di wilayah itu sebagian diambil dan ”diperjualbelikan” oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) setempat.
”Saya contohkan, dalam setiap harinya penampungan air yang berada di Desa Tugu diambil oleh truk pengangkut air minum (PDAM). Dan tak tanggung-tanggung, setiap harinya ada 5 tangki air yang diangkut untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat kota (Tulungagung),”terang Jasmanto.
Kesulitan air yang dialami para petani di Kecamatan Sendang juga dibenarkan oleh Parlan, Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tugu. ”Secara umum masyarakat Sendang mengalami nasib yang sama dengan Pak Jasmanto. Ini jelas tidak sebanding dengan kontribusi sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat Sendang. Masak yang punya mata air malah gak  kebagian air,” tukas Parlan.
Ditambahkannya, pernah suatu ketika seorang warga Desa Dono Kecamatan Sendang menceritakan bahwa hampir setiap hari warga desa tersebut selalu kekurangan air. Penyebabnya, air yang ditampung di tandon air (penampungan) Desa Tugu diambil oleh PDAM. Akibatnya, desa-desa yang terletak di bawah Desa Tugu seperti Desa Dono dan sekitarnya menjadi tidak kebagian air. ”Bila yang terjadi seperti ini maka pemerataan pun tidak ada, sehingga yang rugi adalah masyarakat sendiri,”jelas Parlan.
Sebenarnya derita para petani Sendang sudah terjadi sejak dulu, namun mereka hanya bisa pasrah dan biasanya hanya menjadi pergunjingan di masing-masing individu, sehingga mandek tanpa ada tindak lanjut. ”Pernah suatu ketika saya mendatangi PDAM Cabang Sendang, tapi karena gak ada yang menindak lanjuti ya.. sekarang mandek,”ungkapnya.
Kondisi tersebut tak pelak juga membuat Mungin, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) Desa Tugu mengernyitkan dahi. Dia mengakui, meski air terus diambil oleh PDAM, namun masyarakat Sendang sendiri justru tidak mendapat manfaat dari hasil pengelolaan air PDAM. ”Ini kan gak adil,”cetusnya.
Mungin menambahkan, Sendang sebagai area peternakan sapi perah, sangat bergantung pada air untuk memenuhi kebutuhan air minum sapi perah. Dia meminta pemerintah segera tanggap dan memberikan prioritas pembagian air kepada para petani maupun peternak di Kecamatan Sendang. Mungin juga meminta  agar Sendang tidak disamakan dengan daerah lain, karena kondisinya memang berbeda.
Menurutnya, kesulitan air yang terjadi di kawasan Sendang dapat dilihat dari saluran-saluran irigasi yang kering, air tidak mengalir, sehingga kanal-kanal air pun tidak berfungsi dengan baik. ”Kalau begitu mana bisa untuk irigasi. Mestinya pemerintah memiliki peran bagaimana agar pengelolaan air bisa merata dan tidak merugikan warga. Selain air PAM juga sistem irigasi airnya dibenahi sehingga petani tidak merugi,”ujar Mungin.

Biaya Air Juga Mahal
Masalah air tak hanya menimpa petani, tapi juga sebagian besar warga Sendang yang menjadi pelanggan PDAM. Mereka kini dihadapkan dengan mahalnya harga air yang ditetapkan PDAM, bahkan dari tahun ke tahun cenderung naik. Saat ini harganya mencapai Rp 21.800 per meter kubik. Padahal sebelumnya cuma Rp 12.000, sebelum naik menjadi Rp 16.500. Apalagi, pemakaiannya juga dibatasi. Setiap rumah atau KK (Kepala Keluarga) dijatah hanya 10 meter kubik. Kalau melebihi jatah dikenakan denda.
Kondisi ini, kata Mungin, dinilainya sudah tidak masuk akal. ”Kalau PDAM mengambil air dari wilayah kita, kok dijual lagi kepada kita, dengan beban biaya yang mahal pula,”tukas Mungin sambil bertanya-tanya seakan-akan tidak percaya.
Dia berpendapat, krisis air ini terjadi karena ulah PDAM sendiri yang main sedot tanpa mau repot, padahal masyarakat, petani dan peternak Sendang lah yang akhirnya menjadi korban. Krisis air semakin terasa ketika musim kemarau tiba seperti sekarang ini. ”Situasi ini sungguh tidak adil, saat kita di sini krisis air, PDAM terus menyedot air yang ada di penampungan, kita dapat apa,” ungkap Mungin yang terus bertanya-tanya.
Parlan memaparkan, beban biaya air yang dikenakan PDAM dirasakan sangat mahal bagi masyarakat Sendang yang mayoritas bekerja sebagai petani. Sungguh ironis daerah yang sangat kaya akan kandungan air malah menanggung beban pembiayaan air. ”Kita yang berada di sini mati-matian menghemat air, malah PDAM yang menghabis-habiskan air,”ungkapnya.
Katanya, kalau keadaan ini terus dibiarkan akan menimbulkan penderitaan yang lebih parah bagi warga Sendang. Solusinya, biaya air harus murah atau hentikan pengambilan air dari penampungan.